John
Chambers, CEO Cisco System, menceritakan pengalamannya sebagai murid yang harus
berjuang keras di sekolah. Ia menemui kesukaran di dalam membaca dan menulis,
namun ia mampu meniti karier luar biasa hingga ia menempati posisi
manajemen tertinggi dalam perusahaan terkemuka dunia itu. “Bagi saya,
membaca itu menyakitkan,” ujar Chambers mengenang masa-masa sekolahnya sewaktu
kecil, seperti dikutip oleh Jerry Porras (Success Built to Last).
“Guru-guru saya berpikir saya tidak cukup pintar, dan saya juga merasa begitu.
Saya tidak dapat memahami mengapa saya tidak dapat mengalami kemajuan seperti
orang lain.”
Pengalaman
Chambers itu menyediakan hikmah tentang bagaimana persepsi orang lain tentang
diri kita bisa berpengaruh demikian dalam terhadap apa yang kita pikirkan
mengenai diri kita sendiri. Lantaran guru mengira Chambers tidak cukup pintar,
ia pun menyangka dirinya memang seperti itu. Semakin buruk persepsi orang,
berpotensi semakin menenggelamkan diri kita bila kaki kita tidak kokoh berdiri.
Benarkah
kita tidak bisa menjadi lebih baik? Benarkah kemampuan kita hanya sebatas ini? Para ahli
manajemen yang berlatar psikologi akhir-akhir ini mengingatkan kembali tentang
betapa penting dan betapa bergunanya memiliki keyakinan mengenai kemampuan diri
sendiri. Bukan hanya memikirkan bahwa kita mampu meraih apa yang kita tuju, tapi juga
meyakini bahwa kita pun bisa memiliki dan menguasai kemampuan itu.
Barangkali
terlampau sering kita dijejali keyakinan bahwa kecerdasan kita, kepribadian
kita, dan perilaku kita sudah tetap. Apapun yang kita lakukan, apa saja ikhtiar
yang kita upayakan, kita tidak bisa bertambah baik. Mentok! Inilah pandangan
yang ditanamkan oleh lingkungan kepada kita. Apa akibat
pandangan tersebut? Kita jadi lebih fokus kepada upaya mencapai sasaran atau
tujuan sebagai suatu cara pembuktian diri. Ini loh saya, bisa kan? Padahal
untuk dapat mengembangkan diri dan menguasai kompetensi baru harus memperoleh perhatian
lebih dari pencapaian suatu target. Seperti juga
Chambers, alih-alih membuktikan diri bahwa ia pintar membaca dan menulis, ia
justru memilih untuk mengembangkan kemampuan lain yang kelak kemudian hari ternyata sangat membantunya dalam
menempuh karier. Ia membangun kepintaran dalam berbicara, mempersuasi dan
menggali pandangan orang lain.
Tentu saja,
sebagai CEO, ia mampu membaca dan menulis, tapi baginya menulis memo sekalipun
masih tidak nyaman. Ia lebih memilih untuk bertemu dan berbicara dengan orang
secara personal jika memungkinkan. Kemampuannya dalam memahami pandangan orang
lain melalui percakapan serta kepiawaiannya dalam mempersuasi terus meningkat
dengan seringnya ia bertemu orang lain.
Caranya
mengatasi kesulitan menulis ini, ternyata malah membawa keuntungan bagi Cisco.
Dengan energi dan keyakinannya yang kuat melalui berbicara, Chambers mampu
menarik para pelanggan dari berbagai belahan dunia bagi perusahaannya.
Tidak ada
yang mandeg dan tetap. Setiap orang memiliki kemampuan untuk terus
mengembangkan diri. Tentu saja, untuk mampu menguasai hal-hal baru dibutuhkan
keyakinan bahwa ia bisa menjadi orang yang lebih baik, berani menempuh
kesukaran dalam upayanya itu dan mengapresiasi perjalanan itu sama berharganya
seperti tujuan yang ingin diraihnya. Begitulah,
bila bisa menjadi lebih baik, menjadi baik saja tidaklah cukup dan setiap
orang niscaya bisa melakukan itu. John Chambers telah membuktikannya.
_____
*) Dian dalam http://blog.tempointeraktif.com/uncategorized/anda-bisa-menjadi-lebih-baik-dariyang-anda-sangka/