Selasa, 08 Mei 2012

TITIPAN RINDU DARI CRANK: Apa komentar Anda?

Entah mengapa, tiba-tiba aku merindukanmu Crank.
Sudah hampir setahun, sejak kau menitipkan rindu untuk ayahmu.
Kau tak pernah muncul lagi, kau menghilang tanpa jejak.
Dimanakah engkau Crank? ( Isna S. ).

Mahasiswaku ...
Bacalah titipan rindu dari Crank
yang Bunda sajikan di bawah ini dan pahamilah maksudnya.
Setelah itu rangkailah kata terkait itu untuk dibagikan pada sesama.



Crank: Juli 15, 2011 at 1:36 pm
Ku tumpangkan jualah rinduku pada ayahku lewat sajak dahsyat ini,
barangkali karena rinduku tak bisa bernyanyi,
barangkali jua karena rinduku cuma bisa bergumam.
tapi, dalam setiap diam aku selalu merindu.
“Selalu, Ayah”
---

Begitulah cara Crank menitipkan rindu
melalui komentar yang ditulisnya terhadap puisi
berjudul, "AYAH: Nyanyian hati sang petualang cinta"
pada http://uniisna.wordpress.com/2011/04/01/
ayah-nyanyian-hati-seorang-petualang-cinta-3/.

5 komentar:

  1. Yessy Hermawati9 Mei 2012 pukul 12.00

    Rindu mengabadi
    dalam relung hati
    mengiring langkah diri

    Rindu mengabadi
    padanya yang mengilhami
    sampai nanti, sampai mati...

    BalasHapus
  2. kurasakan hadirmu wahai Ibu
    menusuk pelan-pelan
    laksana nyala lilin
    dari api sanubari

    tak ku lihat, tapi ku rasa
    terima kasih ...
    Ibu

    BalasHapus
  3. oh...ibu..
    Dengan apa aku membalas pengorbananmu
    andaipun aku memiliki segalanya
    tak mungkin cukup membalas
    jeramu ibu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tatkala aku menatapmu...
      Dan bersimpuh di atas pangkuannya
      Tertumpah rasa kerinduanku pada Sang Ayah...
      Tangannya yang halus, mulus membelai kepalaku...
      Bergetarlah seluruh jiwa ragaku...
      Musnahlah api semangat juangku...
      Namun Ayah berkata..
      "Anaku sayang..
      Hidup berubah setiap hari
      Hidup adalah bayangan
      hidup adalah cahaya
      Setiap kejadian di bumi memenuhi kehidupan
      Kapan saja waktu adalah milikmu
      Hari esok mungkin tidak ada..."

      Hapus
  4. DAN LANGITPUN MELEPAS BIRUNYA PADA LAUT
    (dari guru kepada muridnya)

    Angin mengizinkanku melepasmu, anakku
    Tapi tiang, layar dan temali
    enggan berlaut malam ini
    Ada ombak yang mengikis karang batu, anakku
    Dan lapuk diterkam waktu

    Bukankah kau harus bergegas, anakku?
    Sebelum langit terlepas
    Hutan telanjang dan bumi memelas

    Terbang bebas anakku….
    Memetik cakrawala
    Menyentuh dasar samudra
    Dan jika tercapai cita
    Bertandanglah untuk sekedar memayungi luka di rimba,
    tangis para saudara

    Sedangkan duduk di atas karang batu
    Kau mungkin hendak menjala rindu
    Sebab dengus nafasmu mencatat nama
    bukan untuk kemudian dilupakan

    Dan telah ku pesankan jadwal untukmu
    Sebagai alamat pulang pada kehidupan
    Yang akan disinggahi kemudian

    Lepas anakku…
    Ini kali kita berpaut
    Dan langitpun melepas birunya pada laut

    Pangandaran, 23 Mei 2008

    BalasHapus